Kamis, 20 September 2018

KELUARGA BLANGKON

Blangkon iku sajinis panutup sirah kanggo wong priyo sing sejatiné wujud modhèrn lan praktis soko iket. Iket digawe soko kain batik sing rodho dowo banjur dililitake miturut cara-cara lilitan tinentu neng sirah. Lilitan kain iku kudhu isa nutup kabeh sirah (ndhuwur kuping). Ya, blankon adalah salah satu bagian dari pakaian adat khas Jawa yang digunakan untuk penutup kepala bagi pria sebagai pelindung dari sengatan matahari atau udara dingin. Awalnya terbuat dari kain iket atau udeng berbentuk persegi empat bujur sangkar, berukuran kurang lebih 105 cm x 105 cm. Kain yang kemudian dilipat dua menjadi segitiga dan kemudian dililitkan di kepala dengan cara dan aturan tertentu. Mengenakan iket dengan segala aturannya ternyata tidak mudah dan memakan waktu, maka timbullah gagasan seiring dengan kemajuan pemikiran orang dan seni untuk membuat penutup kepala yang lebih praktis, yang kemudian kita kenal dengan nama blangkon. Tidak ada catatan sejarah yang pasti akan asal muasal orang Jawa memakai iket sebagai penutup kepala. Iket telah tersebut dalam legenda Aji Saka, pencipta tahun Saka atau tahun Jawa, sekitar 20 abad yang lalu dimana Aji Saka berhasil mengalahkan Dewata Cengkar hanya dengan menggelar kain penutup kepala yang kemudian dapat menutupi seluruh tanah Jawa. Selain itu, ada cerita-cerita bahwa iket adalah pengaruh budaya Hindu dan Islam. Para pedagang dari Gujarat yang keturunan Arab selalu mengenakan sorban, kain panjang yang dililitkan di kepala, yang kemudian menginspirasi orang Jawa memakai ikat kepala seperti mereka. Cerita lain mengatakan, di satu waktu akibat peperangan kain menjadi barang yang sulit didapat sehingga petinggi keraton meminta seniman untuk menciptakan ikat kepala yang lebih efisien yaitu blangkon.